Menurutnya, leluhur etnis Karo berasal dari India Selatan berbatasan
dengan Mianmar. Seorang Maha Raja berangkat dengan rombongan yang
terdiri dari anak, istri (dayang-dayang), pengawal, prajurit, beserta
harta dan hewan peliharaannya. Ia bermaksud mencari tempat baru yang
subur dan mendirikan kerajaan baru. Tidak disebutkan kapan peristiwa itu
terjadi, namun dikatakan seorang pengawalnya yang sakti bernama si
Karo, yang kemudian kawin dengan salah satu putri Maha Raja yang bernama
Miansari. Didalam perjalanan mereka diterpa angin ribut dan rombongan
ini menjadi terpencar dan akibatnya ada yang terdampar dipulau
(Berhala). Dalam peristiwa itulah si Karo dan Miansari berpisah dari
rombongan yang terdiri dari tujuh orang. Menggunakan rakit kemudian
rombongann sampai disebuah pulau yang diberi nama “Perbulawanen” yang
berarti “perjuangan” yang sekarang dikenal sebagai daerah Belawan. Dari
sana mereka terus menelusuri sungai Deli dan Babura dan akhirnya sampai
disebuah gua Umang di Sembahe. Setelah beberapa waktu mereka tinggal
didataran tinggi itu dan merasa cocok akhirnya mereka memutuskan untuk
tinggal disana. Dan dari sanalah asal mula perkampungan didataran tinggi
Karo.
Dari perkawinan si Karo (nenek moyang Karo) dengan Miansari lahir tujuh
orang anak. Anak sulung hingga anak keenam semuanya perempuan, yaitu:
Corah, Unjuk, Tekang, Girik, Pagit, Jile dan akhirnya lahir anak ketujuh
seorang laki-laki diberi nama Meherga yang berarti berharga atau mehaga
(penting) sebagai penerus. Dari sanalah akhirnya lahir Merga bagi orang
Karo yang berasal dari ayah (pathrilineal) sedangkan bagi anak
perempuan disebut Beru berasal dari kata diberu yang berarti perempuan.
Merga akhirnya kawin dengan anak Tarlon yang bernama Cimata. Tarlon
merupakan saudara bungsu dari Miansari (istri Nini Karo). Dari Merga dan
Cimata kemudian lahir lima orang anak laki-laki yang namanya merupakan
lima induk merga etnis Karo, yaitu:
- Karo. Diberi nama Karo tujuannya bila nanti kakeknya (Nini Karo) telah tiada Karo sebagai gantinya sebagai ingatan. Sehingga nama leluhurnya tidak hilang.
- Ginting, anak kedua
- Sembiring, diberi nama si mbiring (hitam) karena dia merupakan yang paling hitam diantara saudaranya.
- Peranginangin, diberi nama peranginangin karena ketika ia lahir angin berhembus dengan kencangnya (angin puting-beliung).
- Tarigan, anak bungsu
Pada perkembangannya, keturunan merga membentuk sub-sub merga yang baru
sehingga terdapat banyak merga-merga pada etnis Karo. Sub-sub merga ini
berkembang akibat migrasinya para keturunan Nini Karo kedaerah lain,
sebab kampung mula-mula semakin lama semakin padat, dan akibat terjadi
perkawinan dengan etnis lain dari daerah lain.
Dikutip dari Buku : Orang Karo diantara Orang Batak , Hal 5 .Marthin L.Peranginangin
0 komentar:
Posting Komentar