Tembut-tembut Seberaya
Hai, Teman-teman,
Kenal gak dengan salah satu seni pertunjukan tradisional Batak karo
ini? ya, seni pertunjukan tradisional ini kerap digunakan dengan nama
“gundala-gundala” karo atau Lingga (Desa Lingga). Tembut-Tembut
Seberaya diciptakan oleh Pirei Sembiring Depari yang lahir antara tahun
1856 atau 1886 di keluarga yang sudah mempunyai jiwa seni. Dia
terlahir sebagai seorang seniman dan seorang pandai besi (pembuat
tumbuk lada) yang berbakat. Pada tahun 1918 hiasannya terhadap tumbuk
lada (senjata tradisional Batak Karo, mempunyai maksud yang sama dengan
Keris dari jawa) dirasakan sangat unik dan istimewa oleh pemerintahan
kolonial Belanda. Dari hal tersebut, Belanda membawanya ikut ke Betawi
untuk berpartisipasi pada ajang kejuaraan pahat nasional dan hasil
pertandingan tersebut diraihnya dengan mendapat juara 2 nasional dari
pemerintah kolonial Belanda sebagai pemahat dengan ukiran terbaik
setelah Bali. Apresiasi diberikan oleh pemerintahan kolonial Belanda
berupa uang dan medali sebagai hadiah. Sepulang dari Betawi, Pirei
Sembiring Depari menciptakan seni pertunjukkan
tembut-tembut
dengan awal maksud hanyalah sebagai hiburan masyarakat semata namun
tetap dilatarbelakangi bekal petualangan Pirei ke beberapa pelosok desa.
tembut-tembut berasal dari kata “nembut-nembuti yang artinya
Menakut-nakuti orang yang ingin berbuat niat jahat. Kini keberadaan
Tembut-tembut seberaya, sangat memprihatinkan. Duplikasi Tembut-Tembut
semakin menjadi-jadi, para pemilik modal dengan gampangnya membuat
topeng yang mirip dengan topeng ini. alhasil, yang paling terkenal saat
ini malahan bukan Tembut-Tembut-nya tetapi Gundala-Gundala yang dibuat
dari desa lain (lingga). dengan kata lain, Tembut-tembut sedang
mengalami pergeseran arus bawah yang sangat kuat. Apa yang dilakukan
oleh pemerintah kabupaten karo dalam menghadapi situasi yang
memprihatinkan ini? sangat ironi, mereka malah membuat duplikasi yang
baru. Sekarang tembut-tembut seberaya tidak lagi pernah digunakan dalam
berbagai macam festival budaya, kata penjaga Museum Lingga kepada
penulis “Tembut-tembut seberaya sudah ada di ambang kepunahan, begitu
kata dinas kebudayaan karo kepada saya, waktu saya mementaskan
gundala-gundala”.
Penulis tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang dikatakan oleh
budayawan Lingga ini. ke-esokan harinya, penulis mendatangi langsung
departemen kebudayaan dan pariwisata kabupaten karo. tak diduga, mereka
malah mengusulkan untuk tidak membahas ini dalam penelitian yang saya
sedang kerjakan tersebut, mereka mengusulkan untuk mengambil
permasalahan di seputar Berastagi saja. Wah, Ironi… Ironi, dengan tegas
dan bersuara nyaring mereka mengatakan ” eh, biar kau tau aja, gak ada
namanya tembut-tembut di tanah karo ini, yang ada hanya gundala-gundala
lingga”. Jujur,peneliti sangat syok. apa yang terjadi? mengapa
sepertinya mereka panik ketika saya berusaha meneliti ini? apa
keuntungan yang mereka dapatkan? mengapa mereka tidak mendukung
penelitian saya? dan berbagai pertanyaan lain muncul di benak saya pada
saat itu.
saya berusaha menepis pandangan negatif yang disampaikan kepada saya
oleh pemerintah kabupaten karo, dan berusaha mencari kepastian yang
nyata. esoknya saya mengunjungi Desa Seberaya, kurang lebih 30 menit
dari kota Berastagi–berusaha menjumpai sang empu-nya tembut-tembut
seberaya. dengan ramah, penjaga tembut tembut seberaya menerima saya
dengan tangan terbuka. peneliti menceritakan maksud kedatangan dan
kisah-kisah yang dialami pada saat mencari data tentang seni pertunjukan
ini. sedari tersenyum, paman tersebut menceritakan, tahun 2004
tembut-tembut ini diberangkatkan secara eksklusif ke 11 negara di
dataran eropa bersama seni tari tradisional khas indonesia lainnya. pada
saat itu Pihak dari Eropa meminta yang Asli bukan duplikasi-nya, yah
tau saja bagaimana kualitas Eropa (mereka tidak mau the fake serial).
sekarang ini kualitas standar Eropa tersebut telah mengalami masa
transisi yang sangat pahit. pelaku budaya sedikit
nyeletuk,
“yah… hahaha… departemen pariwisata kabupaten karo–sengaja mereka tempah
tembut-tembutnya sendiri–biar dapat pemasukan lah–makanya sekarang
omset tembut-tembut seberaya lagi turun–semua proyek mereka yang
ambil–sebentar lagi kayanya mereka mau buat–supaya tembut-tembut mereka
itu di cap yang asli– ah.. terserah mereka lah”.
mungkin anda dapat menyimpulkan penelitian ini.
0 komentar:
Posting Komentar