Saya pernah dengar cerita dari Nini
Bulang saya mengenai Gunung Sibayak, asal usul nama dari Gunung Sibayak,
kenapa namanya dibuat Sibayak Pada zaman dulu katanya ada satu keluarga
yang tinggal di Tanah Karo tidak jauh dari lereng Gunung Sibayak yang
sangat miskin dan dia mempunyai dua orang Putra, Kira-kira putra yang
pertama pada umur 17 tahun dan putra kedua berumur 15 tahun. Ayah mereka
terserang penyakit dan meninggal dan satu tahun kemudian menyusul juga
Ibu dari anak tersebut sakit dan meninggal juga. Jadi tinggal-lah dua
putranya menjadi anak melumang ( Yatim piatu ), begitulah mereka
menjalani hari-hari tanpa didampingi Ayah dan Ibu.
Waktu berjalan padi yang ditinggalkan
semasa Ayah dan Ibu mereka masih hidup sudah berangsur-angsur habis. Mau
tidak mau dua putra tersebut mencari lahan yang baru dan subur
bermaksud ingin menanam padi. Merekapun sudah mendapatkan lahan yang
mereka anggap subur dan bagus sekali untuk ditanami padi tepatnya tidak
jauh dari lokasi tempat mereka tinggal dilereng Gunung Sibayak yang
dulunya nama gunung tersebut belum dinamakan Gunung Sibayak tentunya.
Jadi kedua putra tersebut sepakat
menggarap dan membuka lahan tersebut dan mereka tanpa pikir panjang
selesai membuka lahan, dibakar dan dibersihkan dan segera mereka
langsung menanaminya padi. Hari-hari berjalan padi yang mereka tanam
tumbuh bagus karena memang lahan baru yang sangat subur tentunya. pada
umur kira-kira 2,5 bulan padi yang tumbuh subur sudah rata mengeluarkan
buahnya dan sangat indah untuk dipandang mata. Mulai pada saat itu
jugalah kedua putra tersebut harus setiap hari mulai dari pagi sampai
matahari terbenam selalu berada diladang untuk menjaga padi mereka dari
hama Babi hutan dan Monyet yang pada saat itu masih sangat banyak
sekali.
Disela-sela mereka menjaga padi mereka
juga meratakan sedikit tanah bermaksud ingin mendirikan sebuah Pantar
atau bisa disebut gubuk kecil yang tinggi untuk memantau sekeliling
ladang mereka dari atas. Pada saat mereka menggali dan meratakan lokasi
Pantar tersebut tiba-tiba anak bungsu dari dua putra tersebut tersentak
dan sedikit terkejut mendengar benturan alat yang dia tancapkan ketanah
seakan-akan mengenai sebuah batu atau besi yang apabila berbenturan
dengan benda keras lainnya mengeluarkan api.
Sibungsu inipun dengan segera memanggil
saudaranya dan mereka menggali dan mengeluarkan benda tersebut. Setelah
mereka berhasil mengeluarkan benda tersebut rupanya mereka menemukan
sebuah priuk ( Kudin ) tertutup rapi yang terbuat dari kuningan pada
zaman dulu.
Mereka berdua juga bertatapan mata yah
pastinya dihati perasaaan sedikit senang lumayan bisa buat masak nasi
atau merebus air ditengah ladang. Setelah dibersihkan bagian luar benda
tersebut dan mereka bermaksud membersihkan bagian dalamnya rupanya
didalam priuk tersebut ada sebuah benda kira-kira sebesar 2 gepalan
tangan orang dewasa. Mereka langsung mengeluarkan benda tersebut dan
mengusap-usap bagian luarnya, benda itu mulai kelihatan berkilau dan
berwarna kuning.
Kedua putra tersebut semakin penasaran
dan ingin mengetahui lebih jelas apa barang tersebut walaupun dalam
benak mereka berdua sudah ada kemungkinan barang tersebut Emas yang
sengaja disimpan tuan-tuan tanah yang kaya raya karena takut dirampas
oleh musuh-musuhnya. yang tertua dari kedua putra tersebut langsung
menggigit bagian tepi benda tersebut hasilnya bekas gigi anak tersebut
langsung melesup dan meninggalkan bekas sepertinya tidak sekeras batu
atau besi yang apabila digigit tidak akan melesup dan meninggalkan
bekas.
Putra sulung dari kedua putra tersebut
semakin merasa pasti bahwa benda tersebut adalah Emas dan dia juga
langsung memastikan kepada adiknya kita akan kaya raya karena ini adalah
emas peninggalan nenek moyang Zaman dulu dan memang anggapan mereka
benar karena memang benar barang yang mereka temukan itu adalah Emas.
Matahari semakin redup, haripun sudah
mulai gelap, kedua putra tersebut sepakat untuk pulang dan membawa benda
yang mereka temukan ke-Gubuk yang tidak begitu jauh dari ladang itu.
Pada malam hari selesai santap malam kedua putra tersebut juga kembali
berembuk bagaimana caranya supaya benda tersebut bisa dijual dan akan
mendapatkan uang yang banyak tentunya.
Kesepakatanpun akhirnya mereka dapatkan dimana kalau kedua Putra tersebut pergi ke Kota untuk menemui pembeli barang tersebut
tidak bisa dilakukan, sebab salah satu
orang harus menjaga padi mereka diladang dari hama babi dan monyet yang
sangat ganas dan siap menghabiskan padi yang sudah mulai menguning.
Keputusanpun akhirnya diambil bahwa
putra sulung akan pergi keKota untuk menjual benda yang mereka temukan
tersebut dan anak yang bungsu tetap pergi keladang untuk menjaga padi
dengan kesepakatan akan mebawa semua hasil penjualan keladang dan
pastinya dibagi sama rata.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali kedua
putra tersebutpun beranjak pergi dimana yang bungsu berangkat keladang
dan yang Sulung berangkat keKota.
Tibalah putra yang sulung ditempat
berkumpulnya orang-orang kaya biasanya berjual beli sesuatu yang
dibutuhkan termasuk kebutuhan sehari-hari seperti beras, sayur-sayuran,
cabe, ayam, Kuda dan sebagainya yang tentunya datang dari berbagai
daerah.
Mulailah putra sulung ini mendekati
sekumpulan orang yang dia anggap bisa membeli benda yang dia temukan
itu. tawar menawarpun hargapun akhirnya terjadi, tapi karena tawaran
dari pembeli ini belum dianggap pantas maka putra sulung ini melanjutkan
perjalanannya ketempat yang lebih rame yaitu: Kaban Jahe, disitu ia
langsung menemui sekumpulan orang yang dianggap juga bisa membeli barang
tersebut.
Tawar menawar hargapun kembali terjadi,
salah satu dari yang menawar ini yang sangat kaya raya saat itu tertarik
karena dia sudah bisa memastikan langsung bahwa benda itu adalah Emas
dan dia langsung mengajak putra sulung ini kerumahnya dan menawarkan
lembaran uang kertas tertinggi pada saat itu satu karung ditukar dengan
benda tersebut tanpa dihitung berapa jumlahnya.
Putra sulung inipun tidak berpikir
panjang dan menerima tawar orang tersebut karena uang yang ditawarkan
itu memang sangat banyak sekali jumlahnya. Dengan uang sebanyak itu bisa
langsung membuat dia sebagai orang yang sangat kaya raya. Putra sulung
inipun langsung mengikat sebelah dari lobang sarung yang ia selempangkan
dari ladang dan memasukkan uang tersebut.
Dia memasukkan uang kertas tersebut
sambil menekan-nekan supaya muat kedalam sarung tersebut dan dia
langsung mengikat lobang sarung yang satunya seolah-olah seperti dia
memabawa hasil panen dari ladang dan siapapun tidak menyangka bahwa
isinya sebenarnya adalah uang.
Tanpa berbasa-basi yang panjang putra sulung inipun langsung berpamitan pulang dan membawa karung tersebut menelusuri jalan
pulang. Pastinya dia akan kembali jalan kaki melewati Berastagi menuju lereng Gunung Sibayak yang kita sebut sekarang.
Sesampainya di Berastagi dia berhenti
sebentar untuk melepas dahaga karena maklum berjalan kaki dari Kabanjahe
ke Berastagi ternyat cukup melelahkan dirinya. Dipemberhentiannya
itulah pikiranpun mulai berdatangan silih berganti maksud hatinya mau
dibagaimanakan uang tersebut. Diapun beranjak dari pemberhentiannya
setelah mengeluarkan beberapa lemabar uang tersebut dan menghampiri para
penjaja makanan yang mereka sangat idam-idamkan dirumah selama ini.
Putra sulung tersebut juga membungkus
makanan-makanan tersebut dengan jumlah yang lumayan banyak sekali. Tak
lupa juga dari situ dia mampir ketoko-toko kecil yang ada dipinggiran
jalan yang biasa dibuka para pendatang untuk menjajakan
penyubur dan pembasmi hama-hama tanaman.
Hari sudah sore putra sulung tersebutpun bergegas untuk melanjutkan perjalanan pulang keladang maklum tidak
menyiapkan obor untuk persiapan apabila
kemalaman dijalan. Kira-kira setengah jam lagi perjalanan sampai digubuk
putra sulung inipun kembali berhenti dan membuka semua makanan yang dia
beli tadi, tidak lupa juga sekalian membuka bungkusan kecil yang dia
beli dari Toko-toko kecil yang menjajakan penyubur dan pembasmi hama
tersebut.
Tanpa berpikir panjang diapun mengaduk
bahan itu kedalam semua makanan yang dia bawa maksud hati supaya isi
dari ikatan sarung yang dia bawa tidak akan ada perbagian dan menjadi
milik sendiri. Diapun cepat-cepat meneruskan perjalanan pulangnya ke
Gubuk tua peninggalan dari orang tuanya tersebut, sesampainya di Gubuk
dia tidak menemukan adiknya, memang hari belum begitu gelap sudah pasti
adiknya masih diladang untuk menjaga padi dari ganasnya hama.
Tanpa menurunkan satupun barang yang dia bawa diapun langsung bergegas menuju ladang bermaksud menemukan sang adik.
Keseharian adiknya yang menjaga padi
dari hama-hama tersebut rupanya perasaan yang sama juga dia rasakan,
bagaimana dan diapakan nanti uang tersebut apabila si Abang datang dan
akan membawa uang yang sangat banyak. Semenjak itu juga dia lengah
manjaga padi dan dia bergegas untuk memasang ranjau ( Ragem ) yang
terbuat dari tajamnya bambu dan ditarik penyambuk kayu yang
dilengkungkan.
Disetiap jalan masuk dari Gubuk mereka
yang menuju ladang sudah terpasang rapi dan siap menelan korban apabila
tersentuh seutas tali yang dikaitkan ke penyambuk tersebut. Memang
Inisiatip sang adik pas sasaran karena putra sulung yang lagi
tergesa-gesa menuju ladang langsung terperanjak dan bersimbah darah
tanpa sempat memberikan kata-kata terakhir.
Putra bungsu itupun langsung menghampiri
abangnya, dia menemukan abangnya yang sudah tidak bernyawa dia tidak
menghiraukan abangnya dan langsung membuka bungkusan sarung yang dibawa
abangnya tersebut. Putra bungsu tersebutpun kagum dan sangat senang
melihat uang kertas yang sangat begitu banyak. Disitulah dia melihat
bungkusan satunya yang belum sempat lepas dari genggaman abangnya itu.
Pelan-pelan dia menarik bungkusan itu dan membukanya, perasaan senangpun
kian bertambah karena melihat isinya semua makanan yang sangat enak.
Tanpa berpikir panjang diapun langsung
menyantap makanan itu maklum lapar seharian menjaga padi diladang. belum
selesai menghabiskan makanan itu putra bungsu inipun sudah mulai
merasakan mual bercampur pusing tanpa pergerakan yang jauh
diapun terjatuh dan meninggal.
Dari cerita inilah diketahui tidaklah
ada orang yang kaya ( Bayak ) semua kembali ke Gunung itu, Gunung itulah
yang sebenarnya kaya ( Bayak ) maka disebutlah dia Gunung Sibayak.
***
Saya tidak tahu kebenaran cerita ini
yang sesungguhnya apakah ini hanya sekedar dongeng yang diceritakan
Bapak saya sebelum saya tertidur bermaksud supaya saya tidak berkeliaran
main. Namun saya pikir adalah ini hanya Karo dan Ceritanya dibuat Karo
dan terjadinya ada diKaro tambah yang membuat adalah Karo.
Saya hanya percaya Karo / orang Karo
yang diciptakan oleh Tuhan semenjak ia menjadikan langit bumi beserta
isinya. Tertarik Asal Usul Karo Versi Drs Janggun Sitepu tinggal
menambahkan kedepan dan kebelakang cerita tersebut. Kebelakangnya
mungkin sewaktu bangsa Israel membangun menara yang tinggi bermaksud
supaya bisa berkomunikasi langsung dengan Tuhan disitulah Tuhan marah
dan pada saat itu juga terjadilah manusia masing-masing, tidak saling
mengetahui baik dari bahasa dan kebudayan yang satu sama yang lain. Dan
pada saat itu jugalah salah satu dari pasangan tersebut mereka adalah
Orang Karo dengan bahasanya sendiri dan mengarah kepada masing-masing
tempat yang diarahkan Tuhan tentunya. Dari situlah Tuhan mengarahkan
satu pasang ini ketempat Karo dan mempunyai lima orang anak laki-laki
semua dan seterusnya dan seterusnya.
Melala bujur ras Mejuah-juah,
0 komentar:
Posting Komentar