Foto kenderaan roda mati tahun 30 (tiga puluhan), yang pada waktu itu disebut “motor kitik” oleh masyarakat Karo di Dataran Tinggi Karo. |
Foto Bus PMG (Perusahaan Motor Gunung) nomor lambung 150 tahun 1957 merek GMC buatan Amerika Serikat BK. 15076 yang menjalani trayek Kabanjahe – Medan, cikal bakal PO. Sinabung Jaya dikemuidan hari. |
Foto Alm.Drs. Kueteh Sembiring Gurukinayan, Penggagas Merk “ Sinabung Jaya” Anak Sulung Alm. Reti Sembiring Gurukinayan & Almh. Releng br Sitepu |
Foto armada bus Po. Sinabung Jaya tahun 2006 |
Perjalanan PO. Sinabung Jaya ternyata panjang dan berliku-liku, berikut ini kisahnya yang disunting dari laman Bus Sinabung Jaya :
1. TAHUN 1904
Perusahaan
Otobus PO. Sinabung Jaya yang beralamat di Jl. Veteran Gang Usaha
Tani, Berastagi, Kabupaten Tanah Karo Provinsi Sumatera Utara mulai
dirintis oleh Reti Sembiring Gurukinayan yang dilahirkan pada
tahun 1904 di kampung Gurukinayan yang letaknya persis di bawah Gunung
Sinabung, kecamatan Payung, Kabupaten Tanah Karo. Mempersunting
seorang gadis bernama Releng br Sitepu anak saudara dekat dari
ibunya yang berasal dari kampung Berastepu dan dikaruniai 10
(sepuluh) anak yang terdiri dari 7 (tujuh) anak pria dan 3 (tiga)
anak perempuan.
Reti
Sembiring Gurukinayan adalah seorang anak sulung dari keluarga petani
yang ayahnya bernama Ngupahi Sembiring Gurukinayan yang beristrikan
Peraten br Sitepu yang kebetulan juga berasal dari kampung Berastepu
yang lokasinya bertetangga dengan kampung Gurukinayan, yang dikarunia 3
(tiga) orang anak yaitu Reti Sembiring Gurukinayan, Bantamuli br
Sembiring Gurukinayan dan Rekat Sembiring Guruki-nayan.
Dibesarkan dan dididik di
keluarga petani, bukan berarti Reti Sembiring Gurukinayan ingin menjadi
petani walaupun tanah ladang dan sawah yang akan diwariskan oleh
ayahnya kelak cukup untuk menghidupi keluarganya di kemudian hari,
beliau mempunya cita-cita lain untuk masa depannya. Walaupun tidak
pernah mengikuti pendidikan formal di bangku pendidikan sekolah rakyat
(sekolah dasar) atas kemauan keras untuk mewujudkan cita-citanya
secara otodidak akhirnya dimasa remajanya dapat membaca, menulis dan
berhitung.
2. TAHUN 1915
Dalam
masa pertumbuhan remajanya beliau ketika berumur 11 tahun telah
meninggalkan kampung Gurukinayan menjadi kernek bus di kampung Batukarang, karena tokehnya atau pemilik bus bernama Atol Bangun
berdomisili di kampung tersebut. Reti Sembiring Gurkinayan mempunyai
cita- cita agar dikemudian hari beliau ingin memiliki armada bus
walaupun pada saat itu hanyalah sebagai kernek bus ban mati / roda mati
diawal tahun 1915. Beliau sadar bahwa untuk dapat memiliki armada bus
sendiri tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan panjang
serta harus memiliki tekad yang kuat, mau bekerja keras, disiplin dan
juga hemat.
Pada waktu itu tidak semua yang
menjadi kernek bus/ truk otomatis dikemudian hari akan dapat
menjadi seorang supir. Peningkatan kariernya tidak akan pernah
tercapai apabila tidak dapat mengambil hati supirnya yang mempunyai
otoritas cukup besar untuk menentukan siapa yang layak sebagai
kerneknya dalam mengoperasikan bus / truk yang dipercayakan oleh
pemiliknya (majikannya) Kalau sang kernek tidak rajin dan tekun
serta disiplin dan gigih maka kemungkinan besar sang kernek dapat
diberhentikan oleh supirnya dan kedudukannya akan digantikan oleh orang
lain yang menurut sang supir lebih baik atau selamanya hanyalah
sebagai kernet karena sang supir tidak pernah memberi kesempatan
baginya untuk belajar mengemudi.
Mengingat
pada waktu itu, Reti Sembiring Gurukinayan yang mempunyai cita-cita
yang tinggi bagi dirinya dan untuk masa depannya serta keluarganya
dikemudian hari, beliau berusaha menjadi kernek yang gigih, rajin dan
disiplin dan disayangi oleh supirnya serta mempunyai rasa memiliki.
Karena khawatir suatu saat kemungkinnan akan diberhentikan oleh sang
supir bila tidak rajin dan disiplin maka dalam melaksanakan tugasnya
sebagai kernek bus beliau bekerja keras agar penghasilan dari setoran
bus yang mereka operasikan bersama supirnya minimal dapat menghasilkan
setoran yang layak dan wajar kepada pemilik bus. Akan tetapi tidak
hanya masalah setoran yang jadi patokan bagi dirinya dalam melaksanakan
pekerjaannya, tapi juga masalah perawatan bus pun menjadi perhatian
utamanya, sehingga beliau juga berupaya untuk mengetahui seluk beluk
mesin bus termasuk membersihkan bus di poolnya pada malam hari apabila
selesai operasi pada pagi dan siang hari. Pada saat itu untuk dapat
menjadi supir tidaklah semudah pada saat ini, pekerjaan sebagai supir
sangat didambakan oleh banyak orang bagi mereka yang tidak mau
melanjutkan sekolahnya ketingkat yang lebih tinggi, apalagi bagi seorang
pemuda bernama Reti Sembiring Gurukinayan yang pada awalnya adalah
seorang yang buta aksara sehingga tidak ada pilihan lain selain menjadi
kernek dulu baru menjadi supir kemudian memiliki armada bus sendiri,
cukup sederhana cita-citanya, sedangkan pekerjaan sebagai petani di
kampung tidak ada dalam benaknya.
Disamping itu pekerjaan sebagai
supir sangat dihormati oleh masyarakat didaerah kelahirannya, dan
tentunya juga menjadi idaman oleh para gadis untuk dapat dipersunting
menjadi istri seorang supir. Didalam pikirannya, hanya dengan jalan
yang sedang dia tekuni inilah satu-satunya jalan bagi dirinya untuk
mencapai masa depan yang lebih baik dikemudian hari. Apalagi beliau
anak tertua dari 3 (tiga) bersaudara, maka seyogyanya dapat memberikan
contoh atau panutan bagi saudara lainnya, hal ini berlaku umum di
masyarakat Karo. Ada kepercayaan masyarakat Karo, apabila anak tertua
berhasil atau sukses / memiliki pendidikan tertinggi maka dengan
sendirinya adik-adiknya akan mengikutinya jejaknya, orang yang sukses
didalam keluarga akan dengan sendirinya memiliki wibawa dan jadi
panutan dibandingkan dengan yang tidak berhasil, terutama dihadapan
saudaranya atau adik-adiknya.
Cita-cita
seorang pemuda Reti Sembiring sebenarnya mungkin cukup sederhana bagi
sebagian orang, apalagi tidak terlalu sulit untuk mencapainya, karena
hanya dengan bermodalkan mau bekerja keras, tekun, disiplin dan mau
berhemat serta mempunyai rasa memiliki maka kemungkinan besar akan
dapat berhasil. Beliau sadar bahwa orang yang awalnya buta aksara maka
beliau tidak mengimpikan cita-cita yang muluk-muluk, hanya satu
keinginannya bahwa pada suatu saat dapat memiliki bus sendiri yang akan
dia kemudikan sendiri dan dirawat sendiri agar biaya perawatannya
akan semakin ringan.
Oleh sebab itu, pada pada malam
harinya setelah selesai membersihan bus yang menjadi tanggung jawabnya
sehari-hari , beliau juga mencuci tidak hanya pakaiannya sendiri akan
tetapi juga pakaian supirnya, walaupun tidak pernah disuruh oleh
supirnya yang memang bukan menjadi tanggung jawabnya sebagai kernek
bus. Demikian juga diwaktu senggang beliau tidak lupa untuk belajar
membaca, menulis dan berhitung secara otodidak sehingga akhirnya
berhasil. Beliau tidak pernah mengikuti pendidikan formal karena
situasi dan kondisi keluarga pada waktu itu tidak memungkinkan untuk
mengikuti pendidikan formal dijaman penjajahan, apalagi sebagai anak
tertua semasa kecilnya beliau juga harus ikut menggendong dan merawat
adik-adiknya serta membantu ibunya di ladang.
0 komentar:
Posting Komentar