Rasanya orang yang lahir, besar, atau paling tidak pernah tinggal di Tanah Karo pasti mengenal Gertak Lau Biang (Jembatan Lau Biang).Jika ditanyakan apa pendapat mereka tentang Gertak Lau Biang dengan perasaan bergidik dan dibumbui cerita-cerita seram mereka akan menjelaskan tentang jembatan angker tersebut. Konon penamaan Lau Biang itu sendiri diambil dari cerita dimana salah seorang nenek moyang merga Sembiring pernah dikejar musuhnya kemudian menyelamatkan diri dengan menceburkan diri ke sebuah sungai dan hampir tenggelam. Seekor anjing kemudian menyelamatkan orang itu dan membawanya ke seberang. Mulai dari situ sungai tersebut dinamakan Lau Biang dan Merga Sembiring Singombak berjanji untuk pantang makan daging anjing.
Sembiring Singombak yang dalam bahasa Budayawan Karo Brahma Putro
disebut Sembiring Hindu Tamil menganggap Lau Biang adalah sungai suci.
Dulu Seberaya (sebelumnya disebut Sicapah) yang menjadi pusat dari
Sembiring Singombak diadakan perayaan besar “Kerja Mbelin Paka Waluh”
seremai sekali atau 32 tahun sekali. Menurut peneletian Kerja Mbelin
Paka Waluh terakhir terjadi antara tahun 1850-1880.
Kerja Mbelin Paka Waluh adalah perayaan besar Sembiring Singombak yang
pada masa itu masih beragama Perbegu atau Pemena yang dikaitkan dengan
agama Hindu. Ada kepercayaan yang mendasar pada masa itu tentang upacara
suci pembakaran mayat (ngaben) dan menghanyutkan perabuan mayat itu ke
sungai Lau Biang yang konon dipercaya di lautan luas akan bertemu dengan
sungai Gangga India yang dianggap suci itu.
Jadi pelaksanaan penghanyutan perabuan mayat ini oleh masing-masing sub
merga Sembiring Singombak ini secara bersamaan dalam upacara besar
disebut Kerja Mbelin Paka Waluh. Masing-masing sub Merga Sembiring
Singombak berikut anak berunya datang dari berbagai penjuru kuta Tanah
karo. Masing-masing sub Merga itu menyiapkan perahu-perahu kecil yang
indah.
Lalu dengan iring-iringan upacara tertentu perahu-perahu itu kemudian
dinaiki masing-masing sub Merga lalu bergerak di aliran sungai Lau
Biang. Penghanyutan perabuan mayat dalam Kerja Mbelin Paka Waluh itu
terjadi beberapa bulan untuk persiapan berikut pelaksanaannya.
Sementara Gertak Lau Biang jembatan yang menghubungkan kuta Batukarang,
Nageri dan Singgamanik ini adalah saksi bisu segala penindasan dan
dokumen sejarah. Pada tanggal 15 September 1904, Kiras Bangun atau Pa
Garamata dan laskarnya menghancurkan jembatan penghubung ini agar
Belanda tidak bisa menyeberang ke tempat persembunyiannya di
Singgamanik. Jembatan ini sendiri terlihat dari Riung suatu perladangan
tempat Garamata dulu diasingkan oleh Belanda.
Pada masa taktik bumi hangus kuta-kuta Tanah Karo pada agresi Belanda
tanggal 25 Nopember 1947, para pengungsi dari Batukarang dan kuta-kuta
lainnya menyeberangi Lau Biang itu dengan jembatan yang terbuat dari
bambu yang berayun-ayun. Aliran sungai yang lewat dibawah jembatan itu
sangat deras.Dan jarak dari tebing ke sungai mencapai 30 meter.Baru
dimasa setelah pengungsian itu dibangun jembatan kokoh yang menurut kata
orang bertumbalkan 2 kepala anak-anak! Kepala-kepala itu sendiri
menurut kata-kata orang adalah sebagai penyangga dari jembatan itu agar
kokoh dan bertahan lama. Ini terbukti karena sampai sekarang jembatan
itu masih bertahan dan belum tampak akan roboh.
Banyak cerita yang terdengar dari fenomena Gertak Lau Biang tersebut.
Ada yang mengatakan di jaman Revolusi tepatnya ketika Belanda angkat
kaki dari Tanah Karo, tempat tersebut menjadi saksi bisu dimana terjadi
“penggelehan” besar-besaran terhadap yang dituduh sebagai antek-antek
Belanda termasuk beberapa Sibayak dan Raja Urung.
Bahkan menurut Nande Sendep br Bangun (umur 100 tahun) dari Batukarang
seorang saksi sejarah yang masih hidup, Gertak Lau Biang menjadi tujuan
dari beberapa daerah di Sumatera Utara untuk pengeksekusian antek-antek
Belanda. Mereka dibunuh dengan cara biadab. Ada yang dipancung, ditikam
bahkan langsung dibuang begitu saja dari jembatan itu ke sungai Lau
Biang yang deras. Biasanya malam pengeksekusian dini hari. Tambah Nini
Ribu itu pula, jika pengeksekusian telah selesai biasanya truk-truk yang
membawa para korban sembelihan tadi langsung dijatuhkan ke Lau Biang
malam itu juga.
Berapa orang yang mati di Lau Biang itu tidak ada yang bisa memastikan.
Ada yang menyebut ribuan, ratusan ribu bahkan menurut Nini Ribu angkanya
bisa mencapai satu juta kepala. Berlebihankah? Jika kita telusuri
sejarah dari tahun ke tahun tentu kita akan mengiyakan apa yang
dikatakan Ribu.
Di jaman pendudukan Belanda, seorang veteran laskar yang tidak mau
disebutkan namanya mengatakan mereka dulu pernah menutup jembatan
tersebut dengan pohon dan tumbuhan-tumbuhan. Lalu membuat jalan terusan
ke arah yang salah. Sehingga truk-truk tentara Belanda mengira jalan itu
tetap lurus dan akhirnya mereka jatuh ke sungai Lau Biang itu. Bahkan
menurut kabar burung, di dasar Lau Biang itu terdapat kerangka tank
tentara Belanda.Biasanya jika air sungai Lau Biang itu jernih akan
terlihat dari atas jembatan rangka truk dan mobil yang pernah jatuh.
Lau Biang memang angker.
Menurut pengakuan seorang sumber, beberapa dekade terakhir ini Lau
Biang dijadikan tempat untuk bunuh diri.Biasanya orang yang bunuh diri
di tempat tersebut karena stress. Kebanyakan bahkan gadis yang beralasan
cintanya tidak disetujui oleh keluarganya. Beberapa bulan lalu seorang
Bulang dari Singgamanik harus mengakhiri hidupnya di jembatan itu karena
stress dengan kehidupan keluarganya. Padahal ketika itu kempunya sudah
melarang di pinggir jembatan. Bulang itu ditemukan mengapung empat hari
kemudian tepat di bawah jembatan itu.
Belum lagi pembunuhan sekeluarga yang pernah terjadi di Kabanjahe yang
ke semua mayatnya dibuang ke Lau Biang tersebut. Lau Biang juga pernah
menjadi tempat pembuangan mayat ketika jaman PKI. Jika seseorang jatuh
ke Lau Biang kemungkinan besar bahkan bisa dipastikan akan mati. Maka
untuk mencari mayatnya dibutuhkan beberapa hari untuk menunggu. Jika
tidak mengapung di sekitar situ maka secepatnya pergi ke Perbesi. Karena
biasanya mayat-mayat dari Lau Biang akan mengapung disana. Itulah
sebabnya pernah beberapa masa orang-orang kuta Perbesi enggan untuk
mandi atau mengambil air dari Lau Biang yang mengaliri kuta itu.
Tidak jauh dari Gertak Lau Biang itu, terdapat sebuah pancuran yang
dinamakan Pancur Besi. Pancuran itu terletak di pinggir jalan. Hanya
terpaut beberapa meter antara pancuran untuk laki-laki dan perempuan.
Menurut penglihatan beberapa saksi mata, jika kita melewati pancuran itu
malam hari akan terlihat seorang gadis berambut panjang sedang mandi di
pancuran itu. Mitos itu mungkin terbawa karena menurut legenda
kebiasaan Putri Hujau beru Sembiring Meliala yang mandi di Seberaya.
Salah satu sumber di Trans TV menyebutkan team survey reality show
“Dunia Lain” pernah malakukan penjajakan ke Gertak Lau Biang untuk
kemungkinan dilaksanakan “Uji Nyali” di daerah tersebut. Tapi kemudian
acara yang dipandu Harry Panca itu mengurungkan niat karena beralasan di
tempat itu penunggunya sangat kuat dan susah untuk ditaklukkan.Sungguh
tidak bisa dibayangkan jika acara tersebut betul-betul
dilaksanakan.Kemungkinan peserta “uji nyali’ itu bisa hilang entah
kemana. Lagipula siapa yang akan berani seorang diri diam di tempat itu
selama 4 jam hanya untuk mendapatkan satu juta rupiah!
Ada juga cerita tentang kehebatan pemancing yang berjuluk “Pengkawil Lau
Biang.”
Menurut cerita Pengkawil Lau Biang itu biasa memancing di sepanjang
aliran sungai Lau Biang. Mereka berjalan dari Seberaya menapaki setiap
tebing terjal sepanjang sungai hingga ke Perbesi kemudian pulang lagi
dari jalan yang sama.Tidak terbayangkan betapa melelahkannya. Hingga ada
yang menyebutkan kalau Pengkawil Lau Biang itu bukan orang sembarangan.
Jika kita hendak melewati Gertak itu dengan kendaraan maka kita harus
membunyikan klakson terlebih dulu sebagai tanda permisi pada penunggu
tempat itu.Jika tidak, akan terjadi keanehan seperti mesin kendaraan
tiba-tiba mati misalnya.Ketika meneliti daerah tersebut kita juga harus
memberikan ritus rokok sebagai permohonan ijin.
Banyak cerita yang di dengar dari orang-orang yang pernah melintas pada
malam hari. Berbagai penampakan-penampakan biasa terlihat. Apapun
wujudnya tentu sosok menakutkanlah yang terlihat.Itulah sebabnya saat
ini jarang mobil ataupun sepeda motor lewat malam hari di tempat
tersebut.
Gertak Lau Biang telah menjadi fenomena tersendiri bagi masyarakat
Karo.Banyak cerita yang mewarnai fenomena tersebut.Fenomena itu menjadi
misteri yang sulit untuk terungkap
0 komentar:
Posting Komentar